Sunday, September 18, 2011

Yusril: Keputusan Rawagede Tak Memuaskan

Pengadilan Den Haag telah memutuskan Pemerintah Belanda bersalah atas pembunuhan massa di Rawagede, Bekasi, 9 Desember 1947. Namun mantan Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra tetap menyatakan ketidakpuasannya.

"Memang ini, langkah maju pengadilan Belanda yang patut kita syukuri, namun masih jauh dari memuaskan" kata Yusril dalam nota deskripsi berita, Minggu (18/9/2011).

Pengadilan Belanda dalam putusannya membenarkan pada 9 Desember 1947, tentaranya telah "membunuhi rakyatnya sendiri" dalam jumlah lebih 400 orang di Rawagede. Karena itu Pemerintah Belanda wajib membayar kompensasi kepada keluarga korban.

Bagi Yusril, apa yang diputuskan Pengadilan Den Haag itu tetap mencerminkan konservatisme orang Belanda dalam memandang status Indonesia pasca proklamasi 17 Agustus 1945. Pengadilan Den Haag secara implisit menyatakan bahwa Indonesia belumlah merdeka sejak 17 Agustus 1945, sehingga yang dibantai tentaranya di Rawagede adalah "rakyatnya sendiri".

Jadi mereka bukan rakyat Indonesia, tetapi rakyat Hindia Belanda yang masih menyandang status negeri jajahan. Sampai sekarang, jelas Yusril, Belanda tetap mengakui kemerdekaan Indonesia baru terjadi tanggal 27 Desember 1949 setelah Konfrensi Meja Bundar dan terjadinya "penyerahan kedaulatan" dari Belanda kepada Republik Indonesia Serikat (RIS).

Kalau Pengadilan Den Haag mengakui bahwa Indonesia merdeka sejak 17 Agustus 1945, maka yang dibunuh tentara Belanda di Rawagede bukanlah rakyat Belanda, tetapi rakyat negara lain, sehingga yang dilakukan tentara Belanda adalah kejahatan perang.

Kalau demikian, maka tentara Belanda sebenarnya melakukan genosida di Indoensia pasca Perang Dunia II. Pandangan Yusril mengenai soal di atas sudah lama membuat Pemerintah Belanda berang. Ketika menjadi Menteri Kehakiman, Yusril pernah mengecam Belanda atas perbuatan genosida yang dilakukan Kapten Westerling, baik di Jawa Barat maupun di Sulawesi Selatan.

"Orang Belanda tidak perlu mengajari kami tentang HAM. Sebagai bangsa yang ratusan tahun di jajah Belanda, kami lebih mengerti soal HAM daripada orang Belanda" ucap Yusril setelah bertemu Menteri Kehakiman Belanda di Den Haag tahun 2003 dan dimuat besar-besar media massa Belanda.

Yusril ketika itu mempersoalkan kejahatan yang dilakukan Westerling, yang menurut anggapannya diketahui dan bahkan direstui Pemerintah Belanda. "Westerling yang telah membantai rakyat negara kami, mendapat Bintang Kehormatan dari Ratu Belanda, sekembalinya dia ke Nederland. Hal itu sangat menyakitkan hati bangsa kami," kata Yusril ketika itu.

Belanda hingga kini masih beranggapan apa yang dilakukan tentaranya di Indonesia antara tahun 1945 sampai dengan tahun 1949 sebagai "aksi polisionil" karena mereka menganggap Indonesia adalah bagian dari wilayah Belanda. Kalau Belanda mengakui Indonesia merdeka sejak 17 Agustus 1945, maka apa yang dilakukan Belanda dalam periode itu adalah agressi militer terhadap negara lain.

Apa yang dilakukan Westerling, Van Mook dan lain-lainnya yang melakukan pembantaian haruslah diakui sebagai genosida yang merupakan bagian dari kejahatan perang. "Belanda mestinya dituntut ke Mahkamah Internasional atas kejahatannya di masa lalu," tegas Yusril.

sumber: www.tribunews.com

No comments:

Post a Comment