Mayoritas agama memerintahkan umatnya agar tidak mengkritisi ajarannya, dan lebih jauh memerintahkan untuk melawan siapa saja yang berusaha mengkritik mereka. Inkuisisi eropa abad pertengahan yang berusaha untuk menghancurkan agama lain dan membungkam para ilmuwan yang temuannya bertentangan dengan dogma gereja adalah contoh yang paling jelas, namun ada banyak agama yang bertindak serupa: contohnya beberapa negara muslim kini menyerupai negara teokrasi yang represif, dimana aksi sensor merajalela dan hukuman pengasingan dan kematian dikeluarkan terhadap penulis yang karya-karyanya dianggap sebagai penghujatan terhadap Islam.
Bahkan di Amerika Serikat, reaksi yang timbul adalah banjir ancaman, boikot dan bahkan bahaya fisik yang timbul secara langsung dalam menanggapi setiap pendapat yang dianggap berbeda dari dogma yang berlaku. Tujuannya untuk menutup peluang para kafir mendirikan platform dalam lembaga-lembaga publik utama. Jelas, banyak penganut agama yang memaklumi pembungkaman suara yang isinya tidak sepaham dengan mereka.
Melalui sejarah, agama telah dimanfaatkan sebagai pembenaran atas kejahatan kemanusiaan yang tak terhitung jumlahnya. Sebagai contoh perang salib yang menyebabkan benturan berdarah dua agama, penyiksaan dan eksekusi ribuan orang yang tak bersalah; aksi pembantaian oleh serdadu Nazi yang berlindung dibalik perisai "Tuhan Bersama Kita"; kemudian aksi terorisme yang dilakukan fundamentalis muslim; serta pendirian rezim tiran teokrasi.
Meskipun secara teori semua agama biasanya menjunjung toleransi dan kebebasan terhadap minoritas, bahkan memberi kesempatan yang sama bagi agama lain untuk mendapatkan kekuasaan sipil, namun dalam prakteknya diam-diam mereka memaksa pemeluknya untuk mendukung mereka dan menindas keyakinan lain.
Disatu sisi apologis religius menggunakan dogma untuk menegaskan visi mereka yang universal secara meyakinkan, tapi bukanlah hal yang mengejutkan jika ditemukan doktrin-doktrin yang tak bisa diterima secara moral dalam misi mereka. Mereka diserang, dan kebiadaban hanyalah respon pembelaan diri, namun anehnya apologi ini muncul dikedua belah pihak.
Jika agama benar-benar diilhami secara moral oleh kebaikan ilahiah, sukar dipercaya melihat mereka dikotori begitu banyak kisah pertumpahan darah, kekerasan dan penyiksaan antar agama dibawah satu keilahian, yang seharusnya tak perlu mereka bela. Andai saja, ternyata ajaran agama itu cuma dikonsep oleh manusia, dizaman manusia memahami moral masih secara primitif, tidak mengherankan kalau doktrin ajarannya mengandung kontradiksi yang tidak bisa diterima zaman berikutnya.
Bahkan di Amerika Serikat, reaksi yang timbul adalah banjir ancaman, boikot dan bahkan bahaya fisik yang timbul secara langsung dalam menanggapi setiap pendapat yang dianggap berbeda dari dogma yang berlaku. Tujuannya untuk menutup peluang para kafir mendirikan platform dalam lembaga-lembaga publik utama. Jelas, banyak penganut agama yang memaklumi pembungkaman suara yang isinya tidak sepaham dengan mereka.
Melalui sejarah, agama telah dimanfaatkan sebagai pembenaran atas kejahatan kemanusiaan yang tak terhitung jumlahnya. Sebagai contoh perang salib yang menyebabkan benturan berdarah dua agama, penyiksaan dan eksekusi ribuan orang yang tak bersalah; aksi pembantaian oleh serdadu Nazi yang berlindung dibalik perisai "Tuhan Bersama Kita"; kemudian aksi terorisme yang dilakukan fundamentalis muslim; serta pendirian rezim tiran teokrasi.
Meskipun secara teori semua agama biasanya menjunjung toleransi dan kebebasan terhadap minoritas, bahkan memberi kesempatan yang sama bagi agama lain untuk mendapatkan kekuasaan sipil, namun dalam prakteknya diam-diam mereka memaksa pemeluknya untuk mendukung mereka dan menindas keyakinan lain.
Disatu sisi apologis religius menggunakan dogma untuk menegaskan visi mereka yang universal secara meyakinkan, tapi bukanlah hal yang mengejutkan jika ditemukan doktrin-doktrin yang tak bisa diterima secara moral dalam misi mereka. Mereka diserang, dan kebiadaban hanyalah respon pembelaan diri, namun anehnya apologi ini muncul dikedua belah pihak.
Jika agama benar-benar diilhami secara moral oleh kebaikan ilahiah, sukar dipercaya melihat mereka dikotori begitu banyak kisah pertumpahan darah, kekerasan dan penyiksaan antar agama dibawah satu keilahian, yang seharusnya tak perlu mereka bela. Andai saja, ternyata ajaran agama itu cuma dikonsep oleh manusia, dizaman manusia memahami moral masih secara primitif, tidak mengherankan kalau doktrin ajarannya mengandung kontradiksi yang tidak bisa diterima zaman berikutnya.
No comments:
Post a Comment